Masjid Agung Bumiayu merupakan bangunan peribadatan paling tua di Kabupaten Brebes. Berdasarkan catatan sejarah, bangunan ini termasuk yang terbesar dan paling megah di Bumiayu, Brebes yang merupakan produsen bawang merah. Masjid ini telah ada sejak 1835 dan mengalami beberapa kali renovasi.
Sejarah Masjid
Pada Juli 1809 silam, Kyai Sura Patih diminta untuk menjadi Bupati di Brebes yang kelima. Gelarnya adalah Raden Adipati Ariya Singasari Panatayuda I, disebut juga Kyai Sura. Surat pengangkatannya ditandatangani pada 1836. Pada masa inilah beliau membangun sebuah bangunan untuk beribadah.
Bangunan ini adalah masjid Agung Bumiayu yang berada di bagian barat dari alun-alun Brebes. Sejak saat itu, masjid beroperasi sebagai tempat para jamaah beribadah dan berkumpul untuk diskusi. Namun, kendala yang sering dialami adalah banjir dari sungai Pemali yang menguap.
Hal ini bersamaan dengan dibangunnya tanggul yang selesai tahun 1933. Oleh sebab itu, renovasi besar-besaran dilakukan di tahun tersebut. Masjid sempat diratakan kemudian dibangun kembali di tanah 666 m2 dengan pondasi yang dinaikkan 1 m2.
Penopangnya juga diganti dengan kayu jati sehingga lebih kokoh dan bertahan lama. Rangkaian renovasi tersebut masih disesuaikan dengan bangunan aslinya, agar tetap menjadi cagar budaya. Sesudah renovasi, bangunan ini tidak terlepas dari sejarah sepasang bedug kembar yang sebelumnya ada dalam masjid.
Kini bedug hanya tersisa satu, karena yang satu sudah disumbangkan ke masjid di area Jatibarang. Renovasi berikutnya dilakukan pada 1979 dan 2007 untuk memperbaiki beberapa hal, namun tidak sebesar perubahan di tahun 1933 yang besar-besaran.
Arsitektur Masjid
Arsitektur yang digunakan di masjid Agung Bumiayu menggunakan kombinasi dari desain masjid Persia serta lokal yakni Brebes. Kombinasi ini menghasilkan bangunan yang unik dan menarik sehingga menjadi salah satu yang paling dikenal di Brebes.
1. Eksterior
Bila melihat sepintas, masjid ini seperti joglo. Bentuknya memang dipertahankan semenjak renovasinya yang terakhir kali di 2007. Bahan pintu masuknya adalah granit yang didatangkan dari Italia. Kemudian untuk lantainya menggunakan lapisan pilar marmer asal Makassar dan Tulungagung.
2. Interior
Bentuk mimbar, mastaka/hiasan, jam masjid, serta mihrab juga masih dipertahankan serupa sehingga tidak menghilangkan nilai sejarahnya. Bagian kiri serta kanan dinding dinaikkan hingga 1 m2. Semuanya bertujuan untuk mengatasi masuknya air dari luar seperti yang dulu sering terjadi.
Filosofi Masjid
Masjid Agung Bumiayu berada di dekat Pendopo Kabupaten serta alun-alun. Di sisi timur pendopo tersebut ada lembaga pemasyarakatan. Ini mengandung filosofi tinggi, terutama untuk umat Islam Jawa. Disebutkan bahwa kehidupan di dunia dilambangkan dengan Pendopo Kabupaten yang merupakan pusat pemerintahannya.
1. Ketakwaan Kepada Allah
Keberadaan masjid ini menjadi simbol jika manusia wajib berdakwah sehingga mampu mencapai ketenangan dan kebahagiaan, baik dunia sampai akhirat. Mengingat Allah sambil beribadah sebagai tujuan hidup di dunia.
Dengan adanya lembaga pemasyarakatan ini, menjadi lambang jika ada masa dimana manusia lalai dan berbuat salah bahkan melanggar hukum. Manusia manusia tidaklah sempurna, dan memiliki kisah hidup yang kompleks dan berbeda satu dengan lainnya.
2. Bertaubat Atas Dosa yang Diperbuat
Masjid ini bisa menjadi simbol perlindungan untuk mereka yang lalai dan ingin kembali ke jalan Allah. Luasnya alun-alun yang membentang di bagian depan masjid serta pendopo juga memiliki makna sendiri. Bahwa, untuk meraih kehidupan bahagia, manusia perlu meluaskan pandangannya.
Tidak lagi menyesali masa yang telah berlalu, melainkan hidup di saat ini sambil mengantisipasi dan mempersiapkan diri dalam menyambut masa yang lebih baik kedepannya. Seperti itulah filosofi yang dibawa bersama jayanya masjid sampai saat ini.
Demikian ulasan tentang Masjid Agung Bumiayu yang memiliki sejarah panjang dan sangat megah, disertai dengan filosofi yang mendalam dan menenangkan hati. Melalui tiga kali renovasi, bangunan ini tetap berkiblat pada desain semula yang merupakan peninggalan zaman Kyai Sura.