Bahasa Kedhaton sebenarnya sudah lama digunakan oleh kalangan Keraton Surakarta Hadiningrat sejak sekitar 1910. Hal tersebut diketahui dari manuskrip berangka tahun sama dan ditulis oleh pujangga besar mereka, R.Ng. Ranggawarsita.
Sampai sekarang, Bahasa Kedhaton masih sering digunakan di Keraton Surakarta Hadiningrat. Tapi, penggunaannya hanya pada saat-saat tertentu seperti upacara adat maupun saat menyambut tamu. Banyak masyarakat juga kurang paham dengan tingkatan ini karena dinilai terlalu tinggi.
Kosakata dalam Krama Inggil
Bila Anda benar-benar tertarik mempelajari tingkatan bahasa jenis ini, mungkin beberapa kosakata di bawah bisa dipelajari sebagai acuan saat mengucapkannya kepada orang Jawa yang belum dikenal maupun lebih tua.
Di bawah, akan dituliskan dalam dua versi. Untuk Ngoko berada di dalam tanda kurung bagian depan. Sementara belakangnya Krama. Kalau terdapat satu kata saja, berarti hanya dituliskan bentuk halusnya saja.
1. Kata Ganti Orang
Dalam bahasa Jawa, “kita” tidak memiliki kata ganti orang. Sehingga, dilakukan penggabungan dengan “semua”. Sementara untuk yang lain masih sama. Contohnya aku (kula), kamu (kowe-njenengan), mereka (piyambakipun) serta kalian (panjenengan sedanten).
2. Kata Kerja
Terdapat cukup banyak variasi kata kerja, namun jangan sampai salah menggunakan karena hanya ditujukan pada orang tua maupun belum dikenal. Contohnya dalam kata makan (mangan-dhahar), minum (ngombe-ngunjuk), menulis (nulis-nyerat) dan masih banyak lagi.
3. Kata Benda
Dalam Bahasa Jawa, kata benda pun memiliki penyebutannya sendiri di Krama Inggil contohnya gula (gulo-gendhis), garam (uyah–sarem), orang (uwong-tiyang), air (banyu-toya), baju (klambi-rasukan atau ageman), rumah (omah-griya), dan lain sebagainya.
4. Kata Jumlah
Dalam Krama Inggil untuk mengucapkan angka pun memilki caranya sendiri, termasuk ketika disisipi imbuhan. Contohnya satu (siji–setunggal), sepuluh (sedasa), dua puluh (rongpuluh-kaleh dasa), dua puluh lima (selawe-selangkung), seribu (sewu-setunggal ewu) dan lainnya.