Ketika berdialog dengan seseorang, alangkah baiknya jikalau memakai kalimat sopan agar bisa menghormatinya. Hal tersebut telah dipegang oleh seluruh masyarakat dunia. Lain halnya dengan Indonesia, di sini memiliki bahasa Jawa halus krama inggil sebagai cara menghargai lawan bicara.
Pengertian Bahasa Jawa Krama
Bahasa Jawa memang terkenal memiliki banyak dialek, aksen dan tingkat tutur ketika berbicara dengan orang. Berdasarkan siapa yang diajak bicara, ada tiga tingkatan dalam sistem komunikasi ini, yaitu Ngoko, Madya serta paling tinggi adalah Krama.
Bahasa Krama sendiri hanya digunakan ketika Anda bertemu dengan orang yang belum dikenal, memiliki umur lebih tua, punya strata sosial tinggi seperti abdi dalem kepada raja atau ratu, bawahan pada bos, anak dan orang tua, serta lainnya.
Bahasa Krama sendiri masih dipecah menjadi dua bagian, dimana yang paling tinggi adalah Inggil Alus, digunakan hanya pada orang lebih tua dan berilmu. Sementara di bawahnya ada Madya, uniknya ragam ini boleh diutarakan kepada teman karena dapat menunjukkan kesopanan.
Pengertian Basa Krama Inggil
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Krama Inggil merupakan tingkatan bahasa tertinggi dalam sistem komunikasi di Jawa yang tergolong ragam hormat, lebih tinggi daripada tingkat manapun. Terlebih jika dilakukan pada orang tua.
Sedangkan menurut Niken Larasati sebagai pemandu dalam video Youtube Belajar Bahasa Jawa, Krama Inggil merupakan versi halus dari keseluruhan tingkat tutur yang biasanya digunakan ketika berbicara dengan orang tua atau belum kenal sama sekali.
Perbedaan dengan Bahasa Jawa Biasa
Bila dibandingkan dengan tingkatan lain, Krama Inggil jelas memiliki perbedaan yang begitu kentara. Karena segala sesuatu dalam kategori ini menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan saat berbicara dan tidak banyak orang bisa menguasainya. Selain itu, masih banyak lagi bedanya seperti di bawah ini.
Ngoko. Bahasa yang digunakan di sini adalah tingkatan untuk kawan seumuran atau siapapun dan telah akrab satu sama lain. Biasanya, dipakai oleh para orang tua ketika berbincang pada anak mereka Kadang bisa sedikit kasar kalau benar-benar sudah mengenal lawan bicaranya.
Madya. Dalam tingkatan ini, antara Basa Ngoko dan Krama bercampur menjadi satu. Fungsinya hanya untuk menunjukkan kesopanan pada lawan bicara. Kosakata yang digunakan juga lebih sedikit serta tidak harus dilakukan oleh anak muda ke orang tua, seumuran pun juga bisa.
Krama. Seperti yang dijelaskan di atas, Basa Krama bisa jauh lebih rumit susunannya karena tidak hanya sebagai penunjuk kesopanan saja, namun juga menunjukkan strata sosial lawan bicara. Bahkan, ragamnya sendiri berkembang lebih banyak dari tingkatan lain.
Ragam Krama Inggil
Selain kedua tingkatan di atas, Krama Inggil masih dipecah lagi menjadi tiga bagian berdasarkan unggah-ungguh basa dalam sistem Bahasa Jawa. Ketiga ragam itu diberlakukan bagi orang-orang yang belum mengenal satu sama lain.
1. Krama Lugu
Berdasarkan sistem unggah ungguh basa (tutur kata) di Jawa, Krama Lugu termasuk dalam jenis Inggil dengan tingkat kehalusan lebih rendah. Namun tidak di bawah Ngoko, walaupun begitu hal ini masih menunjukkan kesopanan ketika diutarakan pada lawan bicara.
Contohnya, Mas Agus, wau nembe digoleki ibuk’e (Kak Agus, tadi habis dicari ibu). Kata golek (cari), merupakan kosakata ngoko yang biasanya dipakai pada teman sebaya. Tapi di sini, pembicara menggunakannya pada sang kakak, dimana dalam tingkatan umur dia lebih tua.
Hal ini lah yang membuat Krama Lugu masih dinilai memiliki kesopanan walaupun tingkatannya rendah. Pembicara menggunakan kalimat di atas ketika bertutur kata pada sang kakak hanya untuk menunjukkan keakraban namun tetap menghormatinya.
2. Krama Andhap
Untuk jenis ini, bentuk Krama Inggil yang dipakai tetap digunakan sebagai penunjuk kesopanan pada lawan bicara, hanya saja dengan cara merendahkan bahasa ke diri sendiri. Terdengar sedikit rumit, memang. Tapi coba lihat dalam contoh di bawah.
Kula gadhah niki mawon, monggo njenengan dhahar (saya cuma punya ini saja, silahkan Anda makan). Sekilas, terlihat susunan di atas dari Basa Krama. Tapi, kalau diteliti sebenarnya si pembicara berusaha merendahkan bahasanya tanpa menggunakan kata panjenengan.
3. Krama Alus
Dalam tingkatan ini, kata dalam tingkatan Ngoko maupun Madya tidak akan muncul seperti kedua bentuk di atas. Hanya Basa Krama saja yang dipakai di sini dengan tingkat kesopanan paling tinggi dan sulit. Tidak semua orang dapat mengimbanginya.
Meskipun orang Jawa sendiri, terkadang masih kesulitan bila diajak bicara oleh lawannya menggunakan bahasa jawa halus krama inggil ini. Kebanyakan, para orang tua dan beberapa orang berpengaruh sangat lancar mengucapkannya.
Contoh kalimat dalam tingkatan ini adalah Niki, kula dikengken ibu ngaturaken gendhis abrit kaliyan toya pethak kagem njenengan. Tirosipun bade didamel juruh. (Ini, saya disuruh ibu memberikan gula merah dan air putih pada Anda, katanya mau dibuat sirup).
Bahasa Krama Inggil Biasa dengan Bahasa Krama Kedhaton
Selain bahasa Krama Inggil yang telah diulas di atas, ada lagi satu tingkatan yang lebih tinggi dan hanya dipakai oleh di kalangan keluarga keraton saja, seperti abdi dalem, raja, ratu serta anggota lainnya dan masih memiliki kaitan dengan kerajaan.
Bahasa Kedhaton sebenarnya sudah lama digunakan oleh kalangan Keraton Surakarta Hadiningrat sejak sekitar 1910. Hal tersebut diketahui dari manuskrip berangka tahun sama dan ditulis oleh pujangga besar mereka, R.Ng. Ranggawarsita.
Sampai sekarang, Bahasa Kedhaton masih sering digunakan di Keraton Surakarta Hadiningrat. Tapi, penggunaannya hanya pada saat-saat tertentu seperti upacara adat maupun saat menyambut tamu. Banyak masyarakat juga kurang paham dengan tingkatan ini karena dinilai terlalu tinggi.
Kosakata dalam Krama Inggil
Bila Anda benar-benar tertarik mempelajari tingkatan bahasa jenis ini, mungkin beberapa kosakata di bawah bisa dipelajari sebagai acuan saat mengucapkannya kepada orang Jawa yang belum dikenal maupun lebih tua.
Di bawah, akan dituliskan dalam dua versi. Untuk Ngoko berada di dalam tanda kurung bagian depan. Sementara belakangnya Krama. Kalau terdapat satu kata saja, berarti hanya dituliskan bentuk halusnya saja.
1. Kata Ganti Orang
Dalam bahasa Jawa, “kita” tidak memiliki kata ganti orang. Sehingga, dilakukan penggabungan dengan “semua”. Sementara untuk yang lain masih sama. Contohnya aku (kula), kamu (kowe-njenengan), mereka (piyambakipun) serta kalian (panjenengan sedanten).
2. Kata Kerja
Terdapat cukup banyak variasi kata kerja, namun jangan sampai salah menggunakan karena hanya ditujukan pada orang tua maupun belum dikenal. Contohnya dalam kata makan (mangan-dhahar), minum (ngombe-ngunjuk), menulis (nulis-nyerat) dan masih banyak lagi.
3. Kata Benda
Dalam Bahasa Jawa, kata benda pun memiliki penyebutannya sendiri di Krama Inggil contohnya gula (gulo-gendhis), garam (uyah–sarem), orang (uwong-tiyang), air (banyu-toya), baju (klambi-rasukan atau ageman), rumah (omah-griya), dan lain sebagainya.
4. Kata Jumlah
Dalam Krama Inggil untuk mengucapkan angka pun memilki caranya sendiri, termasuk ketika disisipi imbuhan. Contohnya satu (siji–setunggal), sepuluh (sedasa), dua puluh (rongpuluh-kaleh dasa), dua puluh lima (selawe-selangkung), seribu (sewu-setunggal ewu) dan lainnya.
Bagi yang belum terbiasa, kata-kata dalam bahasa jawa halus krama inggil ini terdengar rumit, aneh dan berbelit-belit meskipun memiliki inti sama, yaitu menunjukkan kesopanan. Tapi, memang itulah hal unik di sini hingga masyarakat luar negeri pun mau mempelajarinya dengan suka hati sehingga kita bisa mengerti bahasa Jawa dan artinya.