Dalam hidup, komunikasi sangat diperlukan seluruh makhluk. Tidak hanya hewan yang berbicara menggunakan suara, manusia memiliki cara tersendiri serta berbeda-beda pada setiap daerahnya. Contohnya saja, bahasa Jawa dan artinya dimana hanya digunakan oleh beberapa wilayah saja.
Sejarah Munculnya Bahasa Jawa
Sama seperti lainnya, bahasa yang dituturkan oleh seluruh etnis Jawa ini tidak muncul begitu saja. Ada latar belakang sejarah dimana dalam perkembangannya, para linguis serta peneliti membagi alat komunikasi tersebut menjadi dua bagian, yaitu Kuno dan Baru.
Bahasa Jawa Kuno (Kawi) digunakan pada jaman kerajaan sejak abad ke-9 sampai 15. Umumnya dituliskan dalam kitab-kitab serta prasasti. Huruf-hurufnya merupakan adaptasi aksara Palawa dan Sansekerta di India. Selain itu, terdapat juga beragam kata serapan dari bagian Nusantara lainnya.
Bahasa Jawa Baru sendiri tumbuh di pertengahan abad ke-16 yang beralih secara bersamaan dengan datangnya pengaruh Islam. Itulah mengapa ada beberapa kata terserap dari Arab serta Melayu. Sejak saat itu, susunan modern ini mulai digunakan pada buku, koran, hingga pertelevisian.
Pesebaran Penutur Bahasa Jawa
Bahasa Jawa sendiri telah dituturkan kurang lebih oleh 80 juta jiwa di wilayah Tengah dan Timur pulau ini. Selain itu, di daerah transmigrasi seperti Lampung, Kalimantan Tengah serta Selatan, Riau, Jambi, bahkan sebagian Sulawesi juga menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Fakta lainnya, Bahasa Jawa tidak hanya dituturkan oleh 83% masyarakat Indonesia saja, namun beberapa terpusat juga di Kaledonia Baru, Belanda, Suriname serta Malaysia, utamanya pesisir barat Johor. Hal itu terjadi sebagai akibat dari pembuangan tahanan dan budak jaman kolonial dulu.
Selain itu, ada beberapa universitas di Australia yang menggunakan Bahasa Jawa sebagai alat komunikasi pada Fakultas Budaya. Meskipun diucapkan dalam jumlah kecil dan tidak digunakan secara langsung, namun mahasiswa serta dosen di sana mengucapkannya dalam prakata sehari-hari.
Dialek dalam Bahasa Jawa
Meskipun sama-sama menggunakan Bahasa Jawa, namun bagaimana cara orang-orang mengucapkannya terdengar berbeda-beda. Misalnya saja bagi masyarakat Surabaya serta Yogyakarta. Walaupun mengerti apa yang diucapkan, namun ada perbedaan di suara dan nadanya.
Layaknya Bahasa Inggris, ada tiga dialek utama dalam tutur khas Jawa satu ini, yaitu bagian Barat, Tengah, serta Timur. Perbedaannya sendiri terletak pada pengucapan huruf A. Dimana beberapa mengucapkan dengan mulut terbuka (clear), dan lainnya diucapkan hampir seperti O tapi tidak bulat.
Dialek Barat diucapkan di Banyumas-Bagelen, Indramayu-Cirebon, Tegal-Brebes-Pekalongan serta Banten. Tengah mayoritasnya Surakarta-Yogyakarta, Madiun-Kediri-Tulungagung-Blitar, Semarang-Demak, Blora-Rembang. Timur hanya Surabaya-Malang-Pasuruan serta Banyuwangi (bahasa Osing).
Sistem Penulisan Bahasa Jawa
Sebagai salah satu sistem komunikasi tertua di dunia, Bahasa Jawa memiliki karakter penulisannya sendiri, walaupun sekarang bisa lebih fleksibel. Terdapat tiga jenis huruf yang digunakan oleh masyarakat kuno hingga saat ini, yaitu menggunakan aksara Jawa, Pegon serta Latin.
Aksara Jawa adalah yang paling tua. Muncul pada awal abad ke-16, ketika era kejayaan Majapahit. Susunan karakter ini dibuat oleh Aji Saka untuk mengenang kedua muridnya, Dora dan Sembada. Sistemnya sungguh kompleks serta masih di gunakan secara luas di Yogyakarta serta Surakarta.
Kedua, ada Pegon yang muncul ketika Islam berkembang di Jawa. Aksara ini diadaptasi dari huruf hijaiyah dan masih digunakan secara luas oleh beberapa pondok pesantren. Sementara Alfabet Latin penggunaannya ketika awal era kolonial hingga sekarang serta begitu populer dikalangan anak muda.
Tingkat Tutur Bahasa Jawa
Poin unik dari Bahasa Jawa dan artinya ialah adanya tingkat tutur yang digunakan sejak awal kemunculan. Hal tersebut sangat berhubungan dengan keramahan, kesopanan dan etika bertutur kata pada lawan bicara. Utamanya, menghormati derajat, umur, maupun strata sosial mereka.
Ngoko. Pada tingkat pertama terdapat bahasa Ngoko. Aturan ini bisa diterapkan ketika Anda berbicara dengan orang atau kerabat di bawah umur, teman dekat dan siapapun yang telah akrab. Susunannya lebih flexibel serta sering digunakan anak-anak muda di Jawa saat ini.
Madya. Madya maksudnya berada di tengah-tengah. Beberapa orang juga menyebutnya sebagai krama alus karena hanya beberapa kosakata saja yang dihaluskan ketika bicara sehingga terdengar lebih sopan. Biasanya digunakan oleh anak muda pada orang tua tetapi sudah sangat akrab.
Krama. Untuk yang satu ini, kebanyakan orang mengklasifikasikannya sebagai krama inggil karena sangat menggambarkan penghormatan kepada orang dengan derajat, umur serta strata sosial lebih tinggi dari pembicara. Kosakatanya berjumlah 280 buah dan sangat berbeda dari ngoko.
Tata Bahasa Jawa beserta Artinya
Tata Bahasa yang digunakan di Jawa memang sedikit sulit apalagi kalau digabungkan sekalian dengan tingkat tutur di atas. Namun, di bawah ini akan dibahas mengenai hal tersebut beserta arti setiap kata agar Anda lebih memahaminya.
1. Kata Ganti Orang
Keunikan kata ganti orang pada Bahasa Jawa sama sekali tidak memiliki arti yang menyatakan jumlah “jamak”. Kecuali saat menyebutkan “kita”, beberapa daerah mengartikannya sebagai awake, dheweke, awakmu kabeh, awak dhewe dan lain sebagainya.
Beberapa kata ganti tersebut adalah kula (aku), kowe, sampeyan atau saman, panjenengan (kamu), awake dhewe, dheweke, awakmu kabeh (kalian semua), serta piyambakipun (versi krama inggil dari “beliau” jamak).
2. Kata Benda
Dalam Bahasa Jawa kata benda ditulis seperti biasa dan tidak ada arti yang berubah meskipun penulisannya secara halus sekalipun. Contohnya petelot (pensil), piranti pawon (peralatan dapur), griya (rumah-krama inggil), lawang (pintu) dan lain sebagainya.
Sementara, kalau Anda memberikan imbuhan seperti –ne/–e atau –nipun/-ipun maka artinya bisa berubah menjadi kepemilikan atau penunjuk. Contohnya sepedhahe Agus (sepedanya Agus), omahe gedhi (rumahnya besar), agemanipun eyang putri (bajunya nenek-krama inggil).
Sedangkan, imbuhan–ing juga dipakai untuk menyatakan hubungan antara kata satu dengan lainnya. Contohnya dewining kaindahan (dewinya keindahan), ratuning Enggris (ratunya Inggris), guruning bocah cilik (gurunya anak kecil) dan masih banyak lagi.
3. Kata Kerja
Kebanyakan kata kerja dalam Bahasa Jawa memakai imbuhan untuk menegaskan artinya. Tapi, ada pula beberapa dialek yang tidak memberi tambahan apapun seperti bagaimana Suku Tengger mengucapkannya.
Semua imbuhan tersebut memiliki maknanya sendiri-sendiri sehingga sedikit sulit diucapkan oleh masyarakat luar yang belum paham bahasa Jawa. Apalagi kalau dalam tata aturan Kuno. Biasanya jauh lebih rumit daripada modern.
Beberapa kata kerja serta imbuhan yang sering digunakan dalam Bahasa Jawa antara lain nulis (n+tulis=menulis), merem (memejamkan mata), mangan (m+pangan=memakan), ngombe (ng+ombe=meminum), klamben (klambi+en=memakai baju), dikongkon (di+kongkon=disuruh).
Baca juga : contoh penggunaan bahasa jawa terimakasih
4. Kata Jumlah
Kata ini menunjukkan penggunaan angka dalam bahasa Jawa. Letaknya tepat sebelum nomina (noun) dan menjadi penunjuk satuan bilangan, ukuran, jumlah atau lainnya. Hal yang unik adalah, bagi bilangan puluhan biasanya diberi imbuhan –ng, sedangkan tambahan -se/-sak untuk satuan.
Beberapa contoh kata jumlah dalam kehidupan sehari-hari di Jawa adalah sewu kutho (seribu kota), patang/petang puluh bocah (empat puluh anak) untuk kalimat tersebut, penyebutannya tergantung dialek. Sak/se-amben (se-tempat tidur) dan lainnya.
Bahasa Jawa dan artinya memang salah satu warisan tertua di sini. Dengan segala keindahan susunan kata maupun kalimat, membuat orang takjub. Tidak hanya bahasa, tulisan aksara jawa juga memiliki daya tarik untuk dipelajari. Bahkan banyak masyarakat asing yang mempelajarinya juga. Sebagai Warga Negara Indonesia sudah sepatutnya untuk ikut melestarikannya.