Sebuah peradaban dikatakan maju dan berbudaya apabila mereka memiliki aturan tersendiri dalam menulis yang disebut dengan huruf. Layaknya Arab, Yunani, China, bahkan Romawi Kuno dan salah satunya ada di Indonesia. Seperti contoh tulisan aksara Jawa berikut ini.
Sejarah Aksara Jawa
Tulisan ini sebenarnya sudah dikenal sejak jaman Hindu Budha ada di Indonesia, dimana huruf-hurufnya merupakan turunan dari aksara Brahmi. Aksara Jawa lengkap pertama kali digunakan pada prasasti serta kitab-kitab sederhana yang ditulis di atas daun lontar.
Aksara ini juga disebut sebagai Carakan berdasarkan lima huruf pertamanya, yaitu Ha Na Ca Ra Ka. Tulisan seperti ini pertama kali digunakan dalam lingkup keraton, seperti Yogyakarta maupun Surakarta. Penggunaannya ada pada cerita, sejarah (babad) , tembang serta ramalan (primbon).
Penggunaan aksara ini mulai menurun sejak masa kolonial, dimana tulisan latin lebih banyak digunakan dan semakin mudah diterima masyarakat, utamanya bagi warga Indonesia sendiri. Oleh karena itu, sekarang hanya daerah-daerah tertentu saja menggunakannya, seperti area Jawa Tengah.
Urutan Aksara Jawa
Huruf-huruf dalam Aksara Jawa tidak muncul begitu saja, kebanyakan berasal dari sebuah cerita kuno. Tokoh di dalamnya, bernama Aji Saka yang memiliki dua orang pesuruh bernama Dora dan Sembada. Kisah tersebut diubah menjadi sebuah puisi menarik.
Karakter Ha Na Ca Ra Ka menceritakan Aji Saka yang memiliki pesuruh bernama Dora dan Sembada. Mereka berdua diutus untuk membawa sebuah pesan. Da Ta Sa Wa La menggambarkan keduanya berseteru karena perbedaan pendapat.
Pa Dha Ja Ya Nya menggambarkan bahwa mereka berdua bertanding dengan kesaktian yang sama kuatnya. Kemudian, ada Ma Ga Ba Tha Nga yang mengisahkan akhirnya. Saking saktinya, Dora dan Sembada meninggal akibat perbedaan pendapat tersebut.
Ciri-ciri Aksara Jawa
Untuk menulis aksara ini arahnya dari kiri ke kanan, mirip dengan tulisan Latin. Setiap hurufnya dilambangkan melalui vokal /a/ atau /ɔ/ dan penulisannya pun dilakukan tanpa memberi spasi. Oleh sebab itu, akan sulit bagi pembaca bila tidak memahaminya.
Aksara Jawa juga dibagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan fungsinya. Keseluruhan terdiri dari 20 karakter hanya untuk tulisan modern saja. Selain itu masih ada lagi, seperti huruf vokal, tanda baca, angka, suara dan lain sebagainya.
Adapun tanda-tanda bernama sandhangan yang berfungsi sebagai pengubah suara pada huruf menjadi i, u, e, maupun o. Penggunaannya digunakan bersamaan, namun tetap ada aturannya sendiri sehingga tidak bisa asal mengkombinasikannya.
Penggunaan Aksara Jawa
Saat ini, penggunaan Aksara Jawa kian menyusut. Orang-orang lebih mudah menggunakan alfabet latin dalam kehidupan sehari-harinya. Karena beberapa aturan rumit dalam sistem komunikasi ini, mengakibatkan masyarakat enggan mempelajarinya.
Namun, daerah-daerah di Jawa Tengah seperti Yogyakarta dan Surakarta masih memakai sistem penulisan tersebut. Bahkan penggunaannya meluas dan tidak hanya di sekolah dan keraton saja, namun juga pada nama jalan, reklame toko, baliho, surat kabar, majalah, hingga stasiun televisi lokal.
Meskipun terbatas, usaha pemerintah Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta dalam mempertahankan penggunaan Aksara Jawa di kehidupan sehari-hari bisa menampilkan ciri khas dari provinsi tersebut. Selain itu, anak-anak muda di sana lebih mudah dalam melestarikan kebudayaan mereka.
Karakter di Aksara Jawa
Aksara-aksara di atas merupakan huruf dasar yang digunakan di Jawa tengah dan Timur. Vokal dari karakter tersebut diucapkan dengan /ɔ/ seperti mengatakan A tapi mulut membulat. Hal itu pun masih memiliki aturan-aturan lainnya.
Ada sekitar 34 konsonan serta 11 vokal dalam aksara Jawa. Hal tersebut dihitung di luar huruf-huruf tambahannya. Meskipun banyak, tidak semuanya digunakan juga dalam penulisan sehari-hari, kecuali bagi lingkup keraton.
Dalam alfabet Latin, huruf-huruf tersebut bukanlah mewakili satu karakter lagi, melainkan melambangkan sebuah suku kata. Jadi, kalau sudah paham tidak akan menuliskan terlalu banyak di kertas.
Aksara Konsonan
Gambar yang telah Anda lihat di atas termasuk salah satu konsonan (Nglegena) dalam Aksara Jawa. Jumlah dasarnya ada 20, serta masih bisa dikombinasikan dengan suku kata lainnya agar membentuk tulisan yang dikehendaki, meskipun hal tersebut sedikit rumit.
Adapun Aksara Murda yang hanya digunakan untuk penulisan nama seperti seseorang yang memiliki kasta tinggi atau suatu tempat. Jumlah hurufnya pun begitu terbatas. Jadi, bila suku kata pertama tidak ada, maka penulisannya dilakukan pada karakter berikutnya. Begitu pula seterusnya.
Dari segi konsonan, terakhir ada Aksara Rekan atau tambahan dimana karakter di atas merupakan imbuhan saja, karena pada suku kata inti (Nglegena) tidak ada. Huruf-huruf tersebut hadir sebab seringnya penggunaan bahasa Arab, Belanda, Sunda serta Tionghoa jaman dulu.
Aksara Vokal
Sebenarnya, vokal asli dalam Aksara Jawa sudah hadir pada bentuk intinya (Nglegena) yaitu /ɔ/. Namun, selain menggunakan cara tersebut ada pula beberapa suku kata tambahan yang mengindikasikan suara a, i, u, e, o.
Fungsinya sama saja seperti Aksara Murda, yaitu untuk menuliskan nama orang terhormat serta tempat. Contohnya saja, saat menuliskan Ayu. Kalau memakai Nglegena maka menjadi Hayu. Tapi, bila ditulis langsung menggunakan vokal diatas huruf H tersebut sudah tidak disertakan lagi.
Namun, Aksara Swara tidak bisa dijadikan pasangan karakter lain. Jadi, bila ada sigegan di depannya harus dimatikan dulu suaranya dengan imbuhan pangkon. Meskipun begitu, huruf-huruf di atas masih dapat diberi sandhangan berupa wignyan, layar dan cecak.
Aksara Sandhangan
Contoh tulisan Aksara Jawa selajutnya adalah Sandhangan, dimana karakter di atas tidak bisa berdiri sendiri tanpa suku kata utamanya. Simbol-simbol tersebut berfungsi sebagai pengubah bunyi huruf-huruf Nglegena dan terdiri dari beberapa jenis.
Pertama, ada Sandhangan Swara yang tugasnya mengubah bunyi dari Nglegena. Selanjutnya adalah Sesigeg. Terdiri dari panyangga, cecak, wignyan serta layar. Fungsinya seperti memberi huruf mati di belakang suku kata.
Lalu, ada Wyanjana yang terdiri dari cakra, keret dan pengkal. Fungsinya untuk membentuk Nglegena menjadi cra, cre, cya. Terakhir adalah Pangkon, tujuannya mengubah karakter vokal ke konsonan. Contohnya, kata HaNa kalau huruf akhirnya diberi pangku maka dibaca Han.
Aksara Angka
Pada Aksara Jawa ada sistem penomorannya juga dimana setiap angka ditulis menggunakan simbol-simbol seperti di atas dan terdiri dari angka 0-9, sama seperti penulisan Latin pada umumnya. Kalau masih bingung, coba lihat gambar di bawah ini.
Hampir separuh dari angka di atas menggunakan simbol-simbol yang telah ada pada aksara sebelumnya. Jadi, agar tidak bingung ketika menulis dan membacanya, penulis memberikan tanda pangkat (:) di antaranya.
Selanjutnya, agar bisa menuliskan bilangan besar, seperti 20, 30, 40 dan seterusnya, gabungkan kedua angka atau lebih seperti pada cara penulisan Arab. Hal ini juga dipakai untuk mempermudah orang Jawa Kuno mengerjakan hitungan.
Contoh Penulisan Aksara Jawa
Sekarang, bila Anda sudah mengerti bagaimana wujud dari Aksara Jawa, tidak ada salahnya untuk mengetahui beberapa contoh tulisan menggunakan simbol-simbol tersebut. Sekaligus melatih diri agar lancar membacanya.
Sebagai salah satu peradaban tertua yang ada di Indonesia, sudah sepatutnya untuk menjaga serta melestarikan budaya tersebut. Semoga contoh tulisan Aksara Jawa di atas dapat membantu Anda memahami serta bisa diajarkan kembali pada generasi penerus.